1. Definisi Etika
- Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
- Menurut Ahmad Amin, “etika adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia."
- Menurut Soegarda Poerbakawatja, “etika adalah filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan”.
- Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act as the performance index or reference for our control system". Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standard yang akan mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya.
- Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
-
Terminius
Techicus, Pengertian
etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
-
Manner dan
Custom, Membahas
etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam
kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan
pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Secara teoritis, etika mempunyai pengertian sebagai
berikut :
1. Secara etimologis,
etika berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya : ta etha), yang berarti
“adat-istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam ari ini, etika berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang
atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi yang lain.
2. Etika
dipahami dalam pengertian yang berbeda dengan moralitas sehingga mempunyai
pengertian yang jauh lebih luas. Dalam pengertian ini, etika dimengerti sebagai
refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam
situasi konkret, situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral, atau
ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara
moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret.
Etika merupakan bagian filsafat, sebagai ilmu etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat etika mencari keterangan yang sedalam-dalamnya.
Etika berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya serta hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia (Gering supriadi, 1998:24).
Etika merupakan bagian filsafat, sebagai ilmu etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat etika mencari keterangan yang sedalam-dalamnya.
Etika berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya serta hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia (Gering supriadi, 1998:24).
Etika terdapat dua macam (Keraf:
1991: 23), sebagai berikut:
- Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang
sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam
hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut
berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku
manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang
membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai
atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu
memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
- Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang
ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan
oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika
Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak
secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau
norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
2. Pengertian Dokter
Dokter
adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang kedokteran. Pada Kedududukan
ini, dokter adalah orang yang dianggap pakar dalam bidang kedokteran .Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana
mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati
penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan.
Dokter
dan dokter gigi adalah dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar
negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-
undangan.
Pengertian Kedokteran
Kedokteran
(Inggris: medicine) adalah suatu ilmu dan seni yang mempelajari tentang
penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu
kesehatan yang mempelajari tentang
cara mempertahankan kesehatan manusia dan
mengembalikan manusia pada keadaan
sehat dengan memberikan pengobatan pada
penyakit dan cedera. Ilmu ini
meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan
penyakit serta pengobatannya, dan
penerapan dari pengetahuan tersebut.
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
1. Sejarah
Praktik kedokteran dalam pengertian luas pada
hakikatnya adalah perwujudan idealisme dan spirit pengabdian seorang dokter,
sebagaimana yang diikrarkan dalam Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI). Dalam perkembangannya kemudian, seluruh aspek kehidupan di
dunia ini mengalami perubahan paradigma secara bermakna, termasuk dalam profesi
kedokteran, dengan akibat terjadi pula perubahan orientasi dan motivasi
pengabdian tersebut pada diri sebagian dokter. Sebagai dampak perubahan yang
semakin global, individualistik, materialistik, dan hedonistik tersebut, maka
perilaku dan sikap tindak profesional di sebagian kalangan dokter juga berubah.
Masyarakat kemudian juga semakin memandang negatif
profesi kedokteran karena melihat dan menyaksikan maraknya praktik-praktik
kedokteran yang semakin jauh dari nilai-nilai luhur Sumpah Dokter dan KODEKI.
Masyarakat atau pasien merasa perlu "melindungi diri" terhadap
perilaku hedonistik dan unethical para dokter itu.
Kode etik kedoktran Indonesia pertama kali disusun
tahun 1969 dalam Musyawarah Kerja Susila Kedokteran yang dilaksanakan di
Jakarta. Bahan rujukan yang digunakan adalah Kode Etik Kedokteran Internasional
yang telah disempurnakan pada tahun 1968 melalui Muktamar ke-22 Ikatan Dokter
Sedunia.
Seperti halnya dengan Kode Etik Internasional yang mengalami berbagai
panyempurnaan, Kode Etik Kedokteran Indonesia pun mengalami
perubahan-perubahan, yaitu melalui Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran
ke-2 yang dilaksanakan di Jakarta, untuk kemudian pada tahun 1983 dinyatakan
berlaku bagi semua dokter di Indonesia melalui surat keputusan
No.434/MENKES/SK/X/1983 tanggal 28 Oktober 1983. Pada Musyawarah Kerja Nasional
IDI XIII, 1993, Kode Etik Kedokteran Indonesia itu telah diubah menjadi 20
pasal.
Sebagai pedoman dalam perilaku, Kode Etik Kedokteran Indonesia mengandung
beberapa ketentuan yang semuanyan tertuang dalam kedua puluh pasalnya. Secara
umum pasal-pasal tersebut dapat dibedakan atas lima bagian, yaitu :
- Kewajiban umum seorang dokter
- Kewajiban dokter terhadap penderita
- Kewajiban dokter terhadap teman sejawat
- Kewajiban dokter terhadap diri sendiri
- Penutup
2. Definisi Kode Etik Kedokteran
Kode etik Kedokteran adalah suatu landaskan atas
norma-norma etik dalam praktik seorang dokter yang mengatur hubungan manusia
umumnya dan dimiliki azas-azasnya dalam falsafah masyarakat yang diterima dan
dikembangkan terus. Khusus di Indonesia- azas itu adalah Pancasila sebagai
landasan idiil dan UndangUndang Dasar 1945 sebagai landasan struktural.
Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan
dan keluhuran ilmu kedokteran, para dokter Indonesia, baik yang bergabung
secara fungsional terikat dalam Ikatan Dokter Indonesia, maupun secara
fungsional terikat dalam organisasi di bidang pelayanan, pendidikan dan
penelitian kesehatan dan kedokteran, dengan rakhmat Tuhan Yang Maha Esa, telah
merumuskan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Fungsi dari Kode etik kedokteran ini adalah
:
- Memberikan perlindungan kepada pasien
- Meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi
- Memberikan kepastian hokum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
Tujuan kode etik kedoteran :
- Agar seorang dokter dapat menaati dan mengamalkan petunjuk-petunjuk yang tertera dalam kode etik kedokteran
- Agar seorang dokter dan dokter gigi dapat bekerja dengan sepenuh hati dalam memberikan pelayanan kesehatan
- Menjungjung tinggi norma luhur dalam menjalankan pekerjaan maupun kehidupan pribadinya
- Agar tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dengan etik dan moral
- Agar tidak memberikan keterangan palsu tentang pasien
3.
Prinsip
Etika Kedokteran
Prinsip adlah berpihak pada pasien, artinya dalam
mengambil tindakan seorang dokter harus mempertimbangkan manfaat dan resiko
yang sekecil mungkin, termasuk resiko biaya.
Prinsip etika Kedokteran tersebut meliputi :
- Autonomy, yaitu prinsip moral dokter untuk selalu menghargai dan menghormati hak otonomi pasien, terutama dalam hal hak untuk memperoleh informasi yang jujur dan benar serta hak untuk melakukan apa-apa yang boleh dilakukan terhadap dirinya.
- Beneficience, yaitu melakukan tindakan untuk kebaikan pasien
- Non-Malefience, yaitu prinsip moral yang selalu berorientasi kepada kebaikan pasien dan tidak melakukan tindakan yang memperburuk keadaan pasien.
- Justice, yaitu sikap keadilan dan tidak diskriminatif
- Altruisme, yaitu pengabdian profesi dokter sebagai profesi seumur hidup dan aplikasinya untuk masyarakat.
4.
Kode etik kedokteran Gigi Indonesia
(SK MENTERI KESEHATAN RI NO. 128/MENKES/SK/III/1981)
1.
Adalah
menjadi kewajiban semua dokter gigi yang menjalankan praktek di Indonesia untuk
mentaati dan mengamalkan petunjuk-petunjuk yang tertera dalam kode etik
kedokteran gigi Indonesia.
2. Seorang
dokter gigi berkewajiban untuk bekerja dengan penuh pengabdian bagi kepentingan
pelayanan kepada masyarakat bagi kemajuan ilmu kedokteran gigi dan bagi martabat
profesi kedokteran gigi.
3. Sebagai
manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila dokter gigi berkewajiban menjunjung
tinggi norma hidup yang luhur, dalam kehidupan pribadinya dan dalam menjalankan
pekerjaannya.
4. Dalam
menjalankan pekerjaannya, seorang dokter gigi janganlah melakukan
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan etik, misalnya :
· Melakukan
perbuatan-perbutan yang bersifat memuji diri sendiri, baik yang menyangkut
kepandaiannya, peralatannya, maupun cara pengobatannya
· Melakukan
usaha-usaha untuk menarik perhatian umum, melalui cara yang tidak wajar, supaya
praktek lebih dikenal orang
· Menjual obat
di tempat praktek, bukan dengan maksud memberikan pertolongan pertama
· Melakukan
tindakan kedokteran gigi tanpa indikasi bahwa tindakan itu perlu dilakukan
hanya dengan maksud mendapatkan keuntungan belaka dari tindakan itu
· Meminta uang
jasa atau menetapkan tarif pengobatan yang tidak wajar yang melampaui
batas-batas yang tidak lazim
· Mempergunakan
gelar yang tidak menjadi haknya
· Melakukan
atau mencoba melakukan tindakan-tindakan yang bersifat asusila terhadap
penderita di kamar prakteknya
5. Seorang dokter gigi hanya memberikan
keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya
5.
Pelanggaran Etika Kedokteran
a. Pelanggaran Etika Murni
- Menarik Imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi.
Dalam
melakukan pekerjaannya, seorangdokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan
keuntungan pribadi. Seorang dokter dapat menerima imbalan jasanya, jika
diberikan dengan keikhlasan, sepengetahuan atau atas kehendak penderita.
- Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.
Seorang
dokter yang baik tidak menyalahkan sejawatnya di depan pasiennya (walaupun itu
benar), tetapi secara bijaksana membahas kasusnya dengan sejawatnya dan
sebaliknya mengembalikan pasien sejawatnya yang pertama kali dikunjungi pasien
tersebut.
- Memuji diri sendiri di depan pasien.
Pada
dasanrnya dokter sama sekali tidak boleh melibatkan diri dalam berbagai
kegiatan promosi, karena promosi tersebut terkait dengan
kepentingan-kepentingan yang sering kali bertentangan atau tidak menunjang
tugas mulia seorang dokter. Perbuatan dokter sebagai pemeran langsung atau iklan
promosi komoditi yang dimuat media masa atau elektronik merupakan perbuatan
tercela, karena tidak dapat disingkirkan penafsiran adanya suatu niat lain
untuk memuji diri sendiri. Walaupun hal itu dilakuakn dalam wahana ilmiah
kedokteran, dianggap juga sebagai perbuatan tercela, apalagi jika tidak
berlandaskan pengetahuan kedokteran tertinggi dalam bidangnya, sehingga tidak
diyakini sebagai produk yang layak diberikan kepada pasien, sehingga untuk
dirinya sendiri maupun kepada sanak keluarganya bila mengalami hal yang sama.
- Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan.
- Dokter mengabaikan kesehatan dirinya.
b. Pelanggaran Etikolegal
- Pelayanan kedokteran di bawah standar
- Menerbitkan surat keterangan palsu
- Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan kedokteran
- Abortus Provokatus
- Pelecehan seksual
c. Kasus Malprakter
Tolak ukur praktek kedokteran dianggap criminal jika :
- Bertentangan dengan hokum
- Akibatnya dapat dibayangkan
- Akibatnya dapat dihindarkan
- Perbuatannya dapat dipersalahkan
6. Prosedur penanganan pelanggaran etika kedokteran
Pada tahun 1985 Rapat Kerja antara P3EK, MKEK dan
MKEKG telah menghasilkan pedoman kerja yang menyangkut para dokter antara lain
sebagai berikut :
1. Pada
prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik diteruskan lebih
dahulu kepada MKEK.
2. Masalah etik
murni diselesaikan oleh MKEK.
3. Masalah yang
tidak murni serta masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke
P3EK propinsi.
4. Dalam sidang
MKEK dan P3EK untuk pengambilan keputusan, Badan Pembela Anggota IDI dapat
mengikuti persidangan jika dikehendaki oleh yang bersangkutan (tanpa hak untuk
mengambil keputusan).
5. Masalah yang
menyangkit profesi dokter atau dokter gigi akan ditangani bersama oleh MKEK dan
MKEKG terlebih dahulu sebelum diteruskan ke P3EK apabila diperlukan.
6.
Untuk
kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etik kedokteran serta
penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan ke P3EK Propinsi.
7. Kasus-kasus
pelanggaran etikolegal, yang tidak dapat diselesaikan oleh P3EK Propinsi,
diteruskan ke P3EK Pusat.
8. Kasus-kasus
yang sudah jelas melanggar peraturan perundang-undangan dapat dilaporkan
langsung kepada pihak yang berwenang. Pedoman penilaian kasus-kasus pelanggaran
etik kedokteran
Etik lebih mengandalkan itikad baik dan keadaan moral
para pelakunya dan untuk mengukur hal ini tidaklah mudah. Karena itu timbul
kesulitan dalam menilai pelanggaran etik, selama pelanggaran itu tidak
merupakan kasus-kasus pelanggaran hukum. Dalam menilai kasus-kasus pelanggaran
etik kedokteran, MKEK berpedoman pada :
§ Pancasila
§ Prinsip-prinsip
dasar moral umumnya
§ Ciri dan
hakekat pekerjaan profesi
§ Tradisi
luhur kedokteran
§ LSDI
§ KODEKI
§ Hukum
kesehatan terkait
§ Hak dan
kewajiban dokter
§ Hak dan
kewajiban penderita
§ Pendapat
rata-rata masyarakat kedokteran
§ Pendapat
pakar-pakar dan praktisi kedokteran senior.
Selanjutnya, MKEK menggunakan pula beberapa
pertimbangan berikut, yaitu:
§
Tujuan
spesifik yang ingin dicapai
§
Manfaat bagi
kesembuhan penderita
§
Manfaat bagi
kesejahteraan umum
§
Penerimaan
penderita terhadap tindakan itu
§
Preseden
tentang tindakan semacam itu
§
Standar
pelayanan medik yang berlaku
Jika semua pertimbangan menunjukkan bahwa telah
terjadi pelanggaran etik, pelanggaran dikategorikan dalam kelas ringan, sedang
atau berat, yang berpedoman pada :
§ Akibat
terhadap kesehatan penderita
§ Akibat bagi
masyarakat umum
§ Akibat bagi
kehormatan profesi
§ Peranan
penderita yang mungkin ikut mendorong terjadinya pelanggaran
§ Alasan-alasan
lain yang diajukan tersangka
Bentuk-bentuk sanksi Dalam pasal 6 PP no.30 tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Sipil terdapat uraian tentang tingkat dan
jenis hukuman, sebagai berikut :
§
Tingkat
hukuman disiplin terdiri dari :
§
Hukuman
disiplin ringan
Jenis
hukuman disiplin ringan terdiri dari :
- Teguran lisan
- Teguran tulisan, dan
- Pernyataan tidak puas secara tertulis
§
Hukuman
disiplin sedang, Hukuman disiplin berat
Jenis hukuman disiplin sedang
terdiri dari :
a.
Penundaan
kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun
b.
Penurunan
gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun, dan
c.
Penundaan
kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun
§ Jenis
hukuman disiplin berat terdiri dari :
a.
Penurunan
pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama satu tahun
b.
Pembebasan
dari jabatan
c.
Pemberhentian
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan
d.
Pemberhentian
tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
Pada kasus-kasus pelanggaran etikolegal, di samping pemberian hukuman sesuai peraturan tersebut di atas, maka selanjutnya diproses ke pengadilan.
Pada kasus-kasus pelanggaran etikolegal, di samping pemberian hukuman sesuai peraturan tersebut di atas, maka selanjutnya diproses ke pengadilan.
7.
Hukum Yang
Terkait Dengan Kode Etik Kedokteran
Sumber dan
dasar hukum kewajiban dokter pasien adalah:
a.Dunia Kesehatan
· Sumpah
Hippocrates (460-377 S.M.)
b.
Internasional
· Deklarasi
Jenewa/ World Medical Association (WMA) (1948).
· Declaration
of Human Rights PBB
· International
Code of Medical Ethics/ WMA (1949)
· Konstitusi
WHO (Jenewa, 1976)
· Deklarasi
Helsinki dari WMA
c. Indonesia
· UUD-45 :
Sila II.Kemanusiaan yang adil dan beradab.
· No. 26
(1960): Lafal Sumpah Dokter
· PP
434/MenKes/SK/X/1983: KODEKI
· PP No.
585/MENKES/PER/IX/1989: Persetujuan tindakan medik
· UU No.23
(1992): Tentang Kesehatan
· PP No. 32
(1996): Tentang Tenaga Kesehatan
· UU No.
29(2004): Praktik Kedokteran
d. PERATURAN PEMERINTAH
· PP
No.26(1960) tentang Lafal Sumpah Dokter.
· Permenkes:
No. 554 (1982) tentang Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran.
· PP No.
434/MenKes/SK/X/1983: KODEKI
· Permenkes:
No.585(1989) tentang Persetujuan Tindakan Medik
· Permenkes:
No. 749a(1989) tentang Rekam Medis
· PP RI No. 32
(1996) tentang Tenaga Kesehatan
e. Declaration of Human Rights (PBB)
·
Hak merdeka dan
hak yang sama
· Dihormati
sebagai manusia dimanapun
· Tidak boleh
diperlakukan kejam
· Sama di
depan hokum
· Berhak atas
pendidikan, pekerjaan dan jaminan sosial
· Hak
memberikan pendapat
· Hak
mendapatkan pelayanan dan perawatan kesehatan diri sendiri dan keluarga
f. SUMPAH DOKTER INDONESIA (PP No.26
-1960/SK Menkes No. 434-1983)
· Demi Allah
saya bersumpah bahwa saya akan:
· Hidup
berbakti untuk kepentingan keperikemanusiaan.
· Memelihara
martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran
· Menjalankan
tugas secara terhormat dan bersusila sesuai martabat dokter
· Mengutamakan
kepentingan masyarakat
· Merahasiakan
segala sesuatu yang merupakan kerahasiaan dokter.
· Tidak
menggunakan pengetahuan kedokteran yang bertentangan dengan perikemanusiaan
· Menghormati
setiap hidup insani, mulai dari saat pembuahan.
· Mengutamakan
kesehatan penderita
· Berikhtiar
sungguh-sungguh tidak terpengaruh oleh faktor agama, bangsa, suku, kelamin,
politik, kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita.
· Memberikan
penghormatan dan terima kasih yang selayaknya kepada guru-guru saya.
· Memperlakukan
TS sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan.
· Mentaati dan
mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
· Mengikrarkan
sumpah ini dengan sungguh-sungguh, dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri
saya.
8. Hak dan Kewajiban Dokter
Didalam memberikan layanan kedokteran, dokter mempunyai
hak dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran; Kode Etik Kedokteran
Indonesia; Pernyataan IDI; Lampiran SK PB IDI dan Surat edaran Dirjen Yanmed
No: YM 02.04.3.5.2504 th. 1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter
dan Rumah Sakit.
Ø Hak
Dokter
Hak dokter
adalah kekuasaan atau kewenangan dokter untuk mendapatkan atau memutuskan untuk
berbuat sesuatu:
· Hak memperoleh perlindungan hukum
sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional.
· \Memberikan
pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional serta
berdasarkan hak otonomi dan kebutuhan medis pasien yang sesuai dengan jenis dan
strata sarana pelayanan kesehatan.
· Hak untuk
menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
profesi dan etika.
· Hak untuk
mengakhiri atau menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila hubungan
dengan pasien sudah berkembang begitu buruk sehingga kerjasama yang baik tidak
mungkin diteruskan lagi dan wajib menyerahkan pasien kepada dokter lain,
kecuali untuk pasien gawat darurat.
· Hak atas
‘privacy’ (berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dengan
ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan).
· Hak memperoleh
informasi yang lengkap dari jujur dari pasien atau keluarganya.
· Hak atas
informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas
terhadap pelayanannya.
· Hak untuk
diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun oleh pasien.
· Hak mendapatkan
imbalan jasa profesi yang diberikan berdasarkan perjanjian dan atau ketentuan
atau peraturan yang berlaku di rumah sakit.
Ø Kewajiban Dokter
1.
Sumber dan Dasar Hukum kewajiban Dokter antara lain:
§ Kewajiban
Dokter (PP NO. 32-1996)
Pasal 21 : Mematuhi Standar profesi
tenaga kesehatan
Pasal 22 : 1. Menghormati hak pasien
2. Menjaga kerahasiaan pasien
3. Memberikan informasi kondisi
dan tindakan yang akan dilakukan
4.
Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.
5.
Membuat dan memelihara rekam medis
- Kewajiban Dokter (UU No. 29-2004)
Pasal 51
Memberikan
pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur serta kebutuhan
medis pasien;
1. Merujuk
pasien kedokter lain apabila tidak mampu;
2. Merahasiakan
segala sesuatu tentang pasien;
3. Melakukan
pertolongan darurat;
4.Menambah ilmu
pengetahuan dan mengikuti perekmbangan ilmu kedokteran
- KEWAJIBAN DOKTER (“KODEKI”-18 Pasal)
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan Sumpah Dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melakukan
profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang
dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan
yang bersifat memuji diri sendiri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau ansehat yang mungkin melemahkan
daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan
pasien, setelah memperolah persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam
mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang
belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat
yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 7a
Sepramg dokter harus, dalam setiap praktek medisnya,
memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral
sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas
martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubugnan
dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang
dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang
melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak
sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan
pasien.
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus
memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan
kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif),
baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dangan para pejabat
dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling
menghormati.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan
mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam
hal ia tidak mampu melakukan SUATU permeriksaan atau pengobatan, maka atas
persetujuan pasien, ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada
penderita agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya
dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu
meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat
sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
bersedia dan mampu memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita
dari teman sejawatnya, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur
yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya
dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia kepada citacitanya yang luhur.
. 9. kewajiban dan hak
pasien
- Hak dan Kewajiban Pasien
Didalam mendapatkan layanan kesehatan, pasien mempunyai
hak dan kewajiban sebagaimana Surat edaran DirJen Yan Medik No:
YM.02.04.3.5.2504 Tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah
Sakit, th.1997; UU.Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek
Kedokteran dan Pernyataan/SK PB. IDI, sebagai berikut :
- Hak Pasien
Hak pasien dalam hukum kedokteran bertumpu dan
berdasarkan atas dua hak asasi manusia yaitu Hak untuk pemeliharaan kesehatan
(The right of health care) dan Hak untuk menentukan nasib sendiri (The right to
self determination)
Sumber dan Dasar Hukum hak pasien adalah:
- HAK PASIEN (PP No.32 -1996)
Pasal 23
Pasien berhak atas ganti rugi akibat terganggunya
kesehatan, cacat atau kematian karena kelalain tenaga kesehatan
Ganti rugi dilaksanakan sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku.
- HAK PASIEN (UU No.29-2004)
Pasal 52
- Mendapatkan penjelasan lengkap tentang tindakan medis.
- Meminta pendapat dokter lain.
- Mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis
- Menolak tindakan medis dan
- Mendapatkan isi rekam medis
- HAK-HAK PASIEN (KODEKI)
- Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya dan hak untuk mati secara wajar
- Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan standar profesi kedokteran
- Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi
- Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan
- Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan diikutinya
- Menolak dan menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran
- Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukan dan dikembalikan kepada dokter yang merujuk
- Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi
- Memperoleh penjelasan tentang peraturan-peraturan rumah sakit
- Berhubungan dengan keluarga, penasihat atau rohaniawan dan lain-lainnya selama perawatan.
- Memperoleh penjelasan tentang perincian biaya
- Pada dasarnya hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien. Dari sumber dan dasar hukum diatas dapat diambil kesimpulan hak-hak pasien adalah sebagai berikut:
- Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
- Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
- Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran/ kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
- Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan.
- Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
- Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
- Hak atas ’second opinion’ / meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
- Hak atas ”privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan yang berlaku.
- Hak untuk memperoleh informasi / penjelasan secara lengkap tentang tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya.
- Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
- Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
- Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam berobat dan atau masalah lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).
- Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak mengganggu ketertiban dan ketenangan umum/ pasien lainya.
- Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah sakit.
- Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit terhadap dirinya.
- Hak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
- Hak transparansi biaya pengobatan/ tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran).
- Hak akses / ‘inzage’ kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam medis miliknya.
Kewajiban Pasien
Sumber dan Dasar Hukum Kewajiban Pasien
adalah:
- KEWAJIBAN PASIEN (KODEKI)
- Memeriksakan diri sedini mungkin
- Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang penyakitnya
- Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
- Menandatangani surat PTM dan lain-lain
- Yakin pada dokter dan yakin akan sembuh
C. REGULASI
UNDANG-UNDANG
1. UU RI No 23
tahun 1992 tentang kesehatan
Sistematika
UU Kesehatan
a. BAB I (ketentuan umum)
Pasal 1 ini mengenai tentang :
· Praktik
kedokteran
· Dokter dan
dokter gigi
· Konsil
kedokteran Indonesia
· Sertifikasi
Kompetensi
· Registrasi
· Registrasi
ulang
· Surat izin
praktik
· Surat tanda
registrasi dokter dan dokter gigi
· Sarana
pelayanan kesehatan
· Pasien
· Profesi
kedokteran atau kedokteran gigi
· Organisasi
profesi
· Kolegium
kedokteran Indonesia dan Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia
· Majelis
kehormatan disiplin kedokteran Indonesia
· Menteri
b. BAB II (Asandan tujuan)
Pasal 2 menyangkut asa praktik
kedokteran
Pasal 3 menyangkut tujuan praktik
kedokteran
c. BAB III
(Konsil Kedokteran Indonesia)
Pasal 4 dan
5 menyangkut tempat dan kedudukan
Pasal 6
sampai 10 tentang fungsi, tugas, dan wewenang
Pasal 11
sampai 21 tentang susunan organisasi dan keanggotaan
Pasal 22
sampai 24 tentang tata kerja
Pasal 25
tentang pembiayaan
d. BAB IV (Standar pendidikan
profesi kedokteran dan kedokteran gigi)
Pasal 26 tentang standard pendidikan
profesi
e. BAB V ( Pendidikan dan pelatihan
kedokteran dan kedokteran gigi)
Pasal 27 dan 28
f. BAB VI ( Tentang registrasi
dokter dan dokter gigi)
Pasal 29, 30, 31, 32, 33, 34, dan 35
g. BAB VII (Penelenggaraan praktik
kedokteran)
Pasal 36 tentang surat izin praktik
(juga termasuk pasal 37 dan 38)
Pasal 39 sampai 43 tentang
pelaksanaan praktik
Pasal 44 tentang standard pelayanan
Pasal 45 tentang persetujuan
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
Pasal 46 tentang rekam medis (juga
termasuk pasal 47)
Pasal 48 tentang rahasia kedokteran
Pasal 49 tentang kendali mutu dan
kendali biaya
Pasal 50 dan 51 tentang hak dan
kewajiban dokter atau doter gigi
Pasal 52 dan 53 tentang hak dan
kewajiban pasien
Pasal 54 tentang pembinaan
h. BAB VIII
(Disiplin dokter dan dokter gigi)
Pasal 55 sampai 65 tentang majelis
kehormatan disiplin kedokteran Indonesia
Pasal 66 tentang pengaduan
Pasal 67 dan 68 tentang pemeriksaan
Pasal 69 tentang keputusan
Pasal 70 tentang pengaturan lebih
lanjut
i. BAB IX (Pembinaan dan pengawasan)
Pasal 71 sampai 74 tentang pembinaan
dan pengawasan
j. BAB X (keputusan pidana)
Pasal 75 sampai 80 tentang ketentuan
pidana
k. BAB XI (ketentuan penutup)
Pasal 85 sampai 88 tentang ketentuan
penutup
2. UU RI No.29 Tahun 2004
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Praktik kedokteran adalah rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam
melaksanakan upaya kesehatan.
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter,
dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui
oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda
pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan
praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
7. Surat izin praktik adalah bukti tertulis
yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan
praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.
9. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat
penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik
kedokteran atau kedokteran gigi.
10. Pasien
adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun
tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
11. Profesi kedokteran atau kedokteran gigi
adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan
berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang
berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila
dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan,
serta perlindungan dan keselamatan pasien.
Pasal 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
a. memberikan perlindungan kepada pasien;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,
dokter dan dokter gigi.
BAB III
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Pasal 4
(1) Untuk melindungi masyarakat penerima jasa
pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan
dokter gigi dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
(2) Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.
BAB V
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN GIGI
Pasal 27
Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran
gigi, untuk memberikan kompetensi kepada dokter atau dokter gigi, dilaksanakan
sesuai dengan standar pendidikan profesi kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 28
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik
wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi
berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain
yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau
kedokteran gigi berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi profesi kedokteran atau
kedokteran gigi.
BAB VII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
Bagian Kesatu
Surat Izin Praktik
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Praktik
Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada
kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk
pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pasal 41
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat
izin praktik dan menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di
sarana pelayanan kesehatan, pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat
daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.
Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang
mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik
untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.
Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan
Paragraf 1
Standar Pelayanan
Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan
praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran
gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sekurang-kurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Paragraf 3
Rekam Medis
Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan
praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama,
waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan,
sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan
pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Rahasia Kedokteran
Pasal 48
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk
kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan
perundangundangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran
diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 5
Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan
tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi
dan standar prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari
pasien atau keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai kewajiban:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Paragraf 6
Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran, mempunyai kewajiban:
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang
masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter
gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan
kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang
diterima.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 75
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara
asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat
tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing
yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda
registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas
berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat,
metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang
menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi
yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi
dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap
dokter atau dokter gigi yang:
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan
dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana
denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi
hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
D. ORGANISASI KEDOKTERAN GIGI INDONESIA
1. KKI
(Konsil Kedokteran Indonesia)
Konsil Kedokteran Indonesia Indonesia atau KKI
merupakan suatu badan otonom, mandiri, non struktural dan bersifat independen,
yang bertanggung jawab kepada Presiden RI. Mempunyai fungsi pengaturan,
pengesahan, penetapan serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan
praktik kedokteran dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.
KKI bertugas melakukan registrasi dokter dan dokter
gigi. Mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi. Melakukan
pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama
lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.
KKI memiliki wewenang menyetujui dan menolak
permohonan registrasi dokter dan dokter gigi. Menerbitkan dan mencabut surat
tanda registrasi. Mengesahkan standar kompetensi. Melakukan pengujian terhadap
persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi. Mengesahkan penerapan cabang
ilmu kedokteran dan kedokteran gigi. Melakukan pembinaan bersama terhadap
dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh
organisasi profesi. Melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang
dikenakan sanksi oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar
ketentuan etika profesi.
Visi : Terwujudnya dokter dan dokter gigi profesional yang
melindungi pasien
Misi : Meningkatkan kualitas hidup manusia melalui dokter dan
dokter gigi yang profesional
Tata Nilai : Konsil Kedokteran Indonesia
menjunjung tinggi nilai integritas, profesionalisme kemitraan, dan respek pada
kemanusiaan
Strategi Utama 1 : Menerapkan sistem registrasi &
monitoring dokter dan dokter gigi secara online diseluruh Indonesia.
Sasaran :
· Setiap dokter dan dokter gigi
yang melaksanakan praktik kedokteran telah teregistrasi dan terjamin
kompetensinya.
· Sistim monitoring dokter gigi
berfungsi secara aktif dan online diseluruh indonesia.
Strategi Utama 2 : Menegakkan profesionalisme dokter
dan dokter gigi dalam praktik kedokteran.
Sasaran :
· Setiap dokter dan dokter gigi
menerapkan profesionalisme dalam praktik kedokteran.
· Setiap pasien memperoleh
jaminan praktik kedokteran yang aman.
Strategi Utama 3 : Memastikan standar nasional
pendidikan profesi dokter dan dokter gigi.
Sasaran :
· Setiap institusi pendidikan
dokter dan dokter gigi telah menerapkan standar nasional pendidikan.
· Setiap dokter dan dokter gigi
yang melaksanakan praktik kedokteran mengikuti Pendidikan dan Pelatihan
Berkelanjutan(Continuing Professional Development).
· Setiap perkembangan cabang
ilmu kedokteran dan kedokteran gigi di Indonesia memenuhi rambu dan aturan yang
jelas.
Strategi Utama 4 : Meningkatkan kemitraan dengan
organisasi profesi, instansi pemerintah dan non pemerintah untuk menerapkan
praktik kedokteran yang melindungi masyarakat.
Sasaran :
· Seluruh masyarakat menyadari
hak dan kewajibannya, memperoleh perlindungan hukum dalam praktik kedokteran.
· Setiap dokter dan dokter gigi
memperoleh kepastian hukum dalam menjalankan praktik kedokteran.
· Setiap organisasi profesi,
instansi pemerintah dan non pemerintah menjalankan perannya dalam melaksanakan
UU Praktik Kedokteran.
2. PDGI
(Persatuan Dokter Gigi Indonesia)
PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) merupakan
satu-satunya organisasi profesi yang menghimpun dokter gigi di Indonesia. PDGI
didirikan pada tanggal 22 Januari 1950 di Bandung, atau kini telah berusia
lebih dari 50 tahun.
Pengurus Besar PDGI berkedudukan di Ibukota Negara
Republik Indonesia Jakarta dan saat ini memiliki 12 Pengurus Wilayah dan 119
Cabang PDGI di seluruh Indonesia. (terlampir)
Pada Kongres PDGI XXI tahun 2002 dilaporkan bahwa
jumlah total anggota PDGI yang tercatat di seluruh cabang adalah sebesar + 7000
anggota, atau merupakan 60% dari jumlah dokter gigi se-Indonesia. Belum semua
lulusan dokter gigi terdaftar sebagai anggota PDGI, tetapi dengan akan
diterapkannya sistem registrasi dokter gigi melalui Konsil Kedokteran Gigi
Indonesia (KKGI) diharapkan jumlah anggota PDGI akan bertambah.
Tujuan PDGI
·
Menyumbangkan darma baktinya demi kepentingan bangsa
dan negara.
·
Meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut serta
kesehatan umum dalam rangka menunjang kesejahteraan rakyat Indonesia
·
Memajukan ilmu kedokteran gigi dalam arti yang
seluas-luasnya
·
Meningkatkan kesejahteraan anggota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar